Kamis, 30 Juni 2011

fitrah manusia

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Manusia adalah makhluk pilihan Allah yang mengemban tugas ganda, yaitu sebagai khalifah Allah dan Abdullah. Untuk mengaktualisasikan tugas ganda tersebut, maka Allah telah melengkapi manusia dengan sejumlah potensi dalam dirinya. Manusia dilahirkan dengan memilki kecenderungan pada kebaikan. Sekalipun masih dalam embrio dan membutuhkan perkembangan dan pemeliharaan, manusia telah dianugerahi sarana-sarana ntuk perkembangannya, yakni berupa kemauan fitrah dan daya pikirannya. Melalui pengembangan kedua sarana ini, manusia dapat mengenal Tuhan.

















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Makna Fitrah
 Fitrah berasal dari kata fathara yang sepadan dengan kata khalaqa dan ansyaa yang artinya mencipta. Biasanya kata fathara, khalaqa dan ansyaa digunakan dalam al-qur’an untuk menunjukkan pengertian mencipta sesuatu yang sebelumnya belum ada dan masih merupakan pola dasar yang perlu penyempurnaan. Kata-kata yang biasanya digunakan dalam al-qur’an untuk menunjukkan bahwa Allah menyempurnakan pola dasar ciptaan Allah atau melengkapi penciptaan itu adalah kata ja’ala yang artinya menjadikan. [1]
Al-qur’an mengajarkan kepada kita bahwa setiap individu itu mempunyai fitrah sejak lahirnya. Dimaksudkan dengan fitrah disini adalah kemampuan-kemampuan dasar dan kecenderungan-kecenderungan yang murni bagi setiap individu. Kemampuan-kemampuan dan kecenderungan-kecenderungan tersebut lahir dalam bentuk yang sangat sederhana dan terbatas kemudian saling mempengaruhi dengan lingkungan sehingga tumbuh dan berkembang menjadi lebih baik atau sebaliknya. [2]
Secara tekstual/tertulis penggunaan kata fitrah dalam al-qur;an hanya satu kali saja, yaitu pada surat al-Rum/30:30. Namun dalam rangka memahami makna fitrah harus juga dirujuk dan ditelaah kepada kata-kata yang mempunyai akar kata yang sama dengan kata fitrah tersebut.
Berdasarkan telaah kepada ayat-ayat yang menggunakan kata  ﻓﻄﺭ  dan  ﻓﺎﻄﺭ selalu berhubungan dengan penjelasan tentang penciptaan langit dan bumi. Tidak pernah kedua kata itu digunakan untuk penjelasan tentang penciptaan yang lain. Perhatikan surat al-Rum/30:30 yang menggunakan kata   ﻓﻄﺮﺖ   tersebut:
Artinya :
“….fitrah Allah di mana Allah menciptakan manusia berdasarkan fitrah-Nya itu….”

Ayat tersebut secara tekstual menyatakan bahwa manusia diciptakan Allah di atas fitrah tersebut. Fitrah yang menjadi acuan penciptaan manusia itu adalah berasal dari fitrah milik Allah. Kata ﮬﺎ yang merupakan damir muttasil bi al-hurf (kata ganti yang bersambung dengan huruf) tempat kembalinya (marja’) adalah kata  ﻓﻄﺭﺖﷲ yang terdiri dari susunan idafah (kata majemuk). Dalam ilmu tata bahasa arab, susunan kata idafah itu ditakdirkan ada al-lam (huruf lam) kepada mudaf ilaihi (kata yang diterangkan). Sehingga artinya menjadi milik. Dengan demikian kata ﻓﻄﺭﺖﷲ  mengandung makna fitrah milik Allah. [3]
Karena fitrah yang ada pada manusia itu berasal dari milik Allah, maka seharusnya fitrah itu dipandang dari dua sisi pula. Pertama, fitrah dalam hubungan dengan Allah, yaitu fitrah itu milik Allah. Kedua, fitrah dalam hubungannya dengan manusia, bahwa fitrah merupakan landasan penciptaan yang kemudian menjadi milik manusia. Dengan kata lain, fitrah merupakan pola dasar ciptaan manusia, manusia diciptakan di atas pola itu.
Dalam penutup surat al-Rum/30:30 yang menyatakan bahwa sedikit sekali manusia yang mengetahui tentang fitrah itu. Ayat tersebut berbunyi sebagai berikut:
Artinya :
“…..kebanyakan manusia tidak mengetahuinya.”
Uraian di atas mengantarkan kita kepada pemahaman bahwa fitrah itu merupakan pola dasar penciptaan manusia. Karena fitrah itu merupakan pola dasar, maka ia menjadi pembawaan dasar yang hakiki pada manusia. Karena itu, fitrah merupakan potensi hakiki manusia yang harus dikembangkan dengan menciptakan iklim yang kondusif. [4]
B.     Macam-macam Fitrah
Adapun macam-macam fitrah    lain :
a.       Fitrah beragama
 Penjelasan mengenai fitrah agama ini terdapat dalam al-Qur’an surat Al-Araf ayat 172.

Artinya:
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)".







b.      Fitrah Sosial.
Terdapat dalam al-Qur’an surat Al-Maidah ayat 2 :
Artinya :
Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.
c.       Fitrah Intelek
Terdapat dalam al-Qur’an surat Ali-Imran ayat 190 :

Artinya :
Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.



d.      Fitrah Seksual
Terdapat dalam al-Qur’an surat An-Nisa ayat 3 :
                                                                                                              
Artinya :
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.
e.       Fitrah ekonomi
Terdapat dalam al-Qur’an surat al-jum’ah ayat 10 :
Artinya :
Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.





f.       Fitrah Seni
Terdapat dalam al-Qur’an surat al-A’raf ayat 31 :
Artinya :
Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.

g.      Fitrah Keadilan
Terdapat dalam al-Qur’an surat al-Maidah ayat 8 :
Artinya :
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena Allah, menjadi saksi dengan adil. Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat kepada takwa. Dan bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.





h.      Fitrah Persamaan
Terdapat dalam al-Qur’an surat al-Hujarat ayat 13 :

Artinya :
Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan menjadikan kamu berbangsa - bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia  diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

i.        Fitrah kuasa (politik)
Terdapat dalam al-Qur’an surat at-Taubah ayat 71 :
Artinya :
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma'ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan shalat, menunaikan zakat dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.



j.        Fitrah persatuan
Terdapat dalam al-Qur’an surat ali-imran ayat 103 :
Artinya :
Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah akan nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa Jahiliyah) bermusuh-musuhan, maka Allah mempersatukan hatimu, lalu menjadilah kamu karena nikmat Allah, orang-orang yang bersaudara; dan kamu telah berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan kamu dari padanya. Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu, agar kamu mendapat petunjuk.[5]

C.    Hubungan Fitrah dengan Pendidikan
Anak dilahirkan dan ia mempunyai kemungkinan-kemungkinan dan kemampuan untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan pengaruh alam sekitarnya. Dari sisi Al-Qur’an menekankan pentingnya pendidikan dan pengajaran. Ia juga menekankan bahwa Allah memberi manusia akal sebagaimana Dia memberi mereka kemampuan untuk membedakan antara yang baik dan yang jelek. Maka pendidikan berperan mengarahkan akal kepada jalan yang baik dan benar. [6]
Islam menegaskan bahwa manusia memiliki fitrah dan sumber daya insan, serta bakat-bakat bawaan atau keturunan, meskipun semua itu masih merupakan potensi yang mengandung berbagai kemungkinan, seperti dijelaskan oleh Attoumy : betapapun juga faktor keturunan tidaklah merupakan suatu yang kaku hingga tidak bisa dipengaruhi. Bahkan ia bisa dilenturkan dalam batas tertentu. Alat untuk melentur dan mengubahnya ialah lingkungan dengan segala anasirnya. Lingkungan sekitar ialah aspek pendidikan yang penting. Ditegaskan pula oleh hadits Nabi :
“Setiap  kelahiran (anak yang lahir) berada dalam keadaan fitrah, maka kedua orang tuanya yang mempengaruhi anak itu menjadi Yahudi, Nasrani, atau Majusi.”[7] 
Fitrah di sini tidak berarti kosong atau bersih seperti teori tabularasa tetapi merupakan pola dasar yang dilengkapi dengan berbagai sumber daya manusia yang potensial. Karena masih merupakan potensi maka fitrah itu belum berat bagi kehidupan manusia sebelum di kembangkan, didayagunakan dan diaktualisasikan.
Dari penjelasan di atas mengenai hubungan fitrah dengan pendidikan jelas bahwa fitrah dan pendidikan memiliki hubungan yang sangat erat. Fitrah itu merupakan pola dasar penciptaan manusia, maka ia menjadi pembawaan dasar yang hakiki pada manusia. Karena itu, fitrah merupakan potensi hakiki manusia yang harus dikembangkan dengan menciptakan iklim yang kondusif dan disinilah pentingnya pendidikan bagi manusia untuk mengembangkan fitrah yang ada pada setiap manusia.





[1] Prof Dr.Achmadi, Ideologi Pendidikan Islam, Pustaka Pelajar, 2010, Yogyakarta, hal 43
[2] Dr. Muhamad Fadhil Al-Jamaly, Filsafat Pendidikan Dalam Al-Qur’an, Bina Ilmu, 1986, Surabaya, hal 65
[3] Dr. Baharuddin, Aktualisasi Psikologi Islami, Pustaka Pelajar, 2005, Bandung, hal 20
[4] Ibid, hal 22
[5] Drs. H. Syahminan Zaini, Isi Pokok Ajaran Al-Qur’an, Kalam Mulia, 2005, Jakarta, hal
[6] Dr. Muhamad Fadhil Al-Jamaly, loc-cit
[7] Prof.Dr. Achmadi, op-cit, hal 80

Tidak ada komentar:

Posting Komentar